SAMPIT BURNING



“LOKALKARYA” Rabu 15 September 2010
Pertunjukan yang pertama kali digelar di kota Sampit, dengan menggabungkan berbagai komunitas di dalamnya. Mulai dari musik, fotografi, disain, dan film. Dengan semangat independent mereka mencoba meracik, meramu dan mengolah karya mereka dengan cara mereka sendiri. Sehingga menghasilkan karya yang super maksimal dan layak untuk di konsumsi.
LOKALKARYA, menjadi nama pagelaran seni ini. Di mana semuanya, mulai dari pengkarya, penampil, dan pelaku usaha kreatif ini adalah anak-anak Sampit. Mengedepankan karya-karya lokal, yang seharusnya mendapat ruang untuk mengeksekusi karya mereka. Tidak hanya di lokalan saja yang berkarya, kami mengajak kawan-kawan dari kota Palangkaraya untuk berbagi ruang. Semoga kota-kota lain akan membuat ruang apresiasi bagi karya mereka dan lintas kota.
RIVIEW Oleh Komar kamit
Mengambil nama dari sebuah ikan yang senang melawan arus, Salmon hadir dengan siap melawan arus, kalo bisa di bilang kanan jalan terus hehehe. Adalah Yoppy, Jaka, Ego, dan Eko quartet asal Sampit ini siap meramaikan liga Independent di Kalimantan. Yeah
Smangat street punk lahir dari Destroyer yang dulu bernama The Dick (senjata kaum Adam). Mencetak sejarah di Sampit dengan membuat pertunjukan underground pertama yang bernama “Parade Rock Boneka Tanah” di tahun 2006. Formasi awal yang masih bertahan Bokir pada gitar dan Damin pada vocal.
Kawan lawas kami yang mencoba peruntungan bermusik di kota cantik, menamakan dirinya Jalur Ijo. Apakah Benny, Rendy, Bayu, dan Tanel menggunakan kolor ijo, gunakan imajinasi kalian. Meskipun brandalan tetapi mereka peduli dengan pendidikan, terbukti di lagu “Ayo Sekolah”. Rock on
Gangsters tua yang tidak pernah merasa tua, yang menawarkan substansi rock n roll di dalam musik mereka. Saya kangen dengan formasi klasik mereka Bayu,Rendy,Rendra, dan Andy yang dalam lirik lagunya banyak bercerita mulai dari disakiti oleh wanita dengan cara tidak biasa dan sampai kehidupan rock n roll yang liar. Rock n Roll wanna be yiha
Semua barang yang mengandung bahan pengawet boleh saja exp, tapi itu tidak berlaku bagi band pengusung melodic punk Kadarluarsa. Tanel, Bayu, dan Rendy tau bagaimana mengolah musik mereka. Hits single “Kembali ke Melodic”, saya rasa pantas masuk daftar playlist kalian.
Headquarter, keras, berisik, kasar, dan berdistorsi ala punk rock. Itulah kesan pertama saya saat melihat mereka di panggung “Borneo Dangerous”. Anggri, Hendra, dan Alvin siap diledakan untuk pertama kalinya di Sampit.

Alibi Musisi Cemen
Akhir akhir ini geliat musik independent kota Sampit mulai nampak. Setidaknya di lingkup sekitar dunia saya. Saya sempat terlibat dalam pembentukkan komunitas musik yang kemudian diberi nama Sampit Music Community. Dengan anggota awal lebih dari 30 orang, saya rasa itu sudah lebih dari cukup untuk sebuah permulaan.
                Isinya anak anak punk, rock, metal hingga pop. Semuanya kurang lebih berpendapat bosan dengan suguhan pasar dan ingin mengekplorasi musik lebih jauh lagi. Seorang kawan bertanya apa ada musik keras selain Avanged Sevenfold. Saya tertawa lantas memperdengarkan Killing Me Inside dan Trivium. Matanya berbinar, senang.
                Oke, apa hubungan dua paragraf di atas dengan letter ini? Saya hanya ingin memberikan contoh bahwa selera orang bisa berubah, tergantung sebanyak apa input yang ia dengar. Saya rasa, ini yang terjadi di Sampit. Minim input musik bagus. Referensi kurang, alhasil kalau ngeband dan (sukur sukur) bikin lagu, maka lagu yang dihasilkan ya.. seperti itu deh.
                Melayu Abis. Mendayu Total. Salah? Ga sih, saya pribadi bukan tipikal pembenci lagu cinta. Frau dengan lagunya Sepasang Kekasih Yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa berhasil membuat saya klepek klepek ga keruan. Itu lagu cinta, dengan rasa dan penulisan lirik yang jauh dari ranah pasaran.
                Lantas anak anak band itu berkilah. Mereka bilang apa boleh buat, kami hanya bisa mengakses lagu itu, di tipi cuma ada yang seperti itu. Hahaha. Alasan klise, cemen. Seseorang yang ngaku

musisi harus malu kalau hanya diam dan menanti televisi menyuguhkan referensi musik untuk mereka. Eksplorasi musikalitas berarti rela mencari lagu lagu di luar pasar. Itu musisi yang siap maju, yang siap bernyanyi sesuai hati.
                Maka jangan salahkan televisi dan media mainstream kalau kemudian musik yang kalian mainkan (atau ciptakan) ujung ujungnya mirip dengan band A yang sering tampil di acara musik pagi. Siapa yang membutuhkan imajinasi jika kita sudah punya televisi, semesta pepat pada 14 inci*.
            Opsi terakhir dari band minim referensi cuma dua. Kalau ga terjebak dengan pola lagu yang begitu begitu saja, maka bakal terlihat seperti tiruan band A. ‘Tapi kan semua band pasti punya influence sendiri?’ adonan kue bakal jadi enak kalo dicampur berjenis jenis bahan, bukan hanya tepung, gula dan telur saja. Saya yang bukan pemusik hanya bisa bilang, makin kaya referensi bermusik, maka makin jauh jelajah musik yang bisa dilakukan.
Sekian dulu ah. Mari berimajinasi! Mari ekplorasi! Kami di sini menemani!
*Ugaran Prasad – Mars Penyembah Berhala

Regards
Rusnani Anwar
(Sejenis Makhluk Hidup Yang Gemar Bernyanyi di Kamar Mandi)